Metode Pelaksanaan Beton Pracetak

Metode Pelaksanaan Beton Pracetak

Metode Pelaksanaan Beton Pracetak 4

Beton pracetak adalah beton yang dicetak di beberapa lokasi (baik yang di cetak di lingkungan maupun di pabrik-pabrik). Menurut SKSNI T-15-1991-03 beton pracetak adalah komponen beton yang dicor di tempat yang bukan merupakan posisi akhir dalam suatu struktur. Kekuatan beton yang dipakai sekitar 4000 sampai 6000 psi dan dengan kekuatan lebih tinggi. Beton cor di tempat memerlukan lebih banyak bekisting dan minimal dalam pemakaian ulang maksimal 10 kali, sedang untuk beton pracetak bekisting kayu atau fiber glass bisa di pakai  sampai 50 kali dengan sedikit perbaikan.

Besi Tulangan Balok Pracetak
Pengecoran Beton Pracetak
Beton Pracetak Yang Sudah Dicor
Perakitan Beton Pracetak

Pengangkutan elemen pracetak tersebut akan dipasang minimal harus mempertimbangkan sebagai berikut :

  1. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai lokasi.
  2. Jadwal pemasangan elemen pracetak sesuai jadwal rencana.
  3. Alternatif jalan lain yang dilewati seandainya ada satu jalan terjadi hambatan.
  4. Daya tampung lokasi proyek dalam menerima pengiriman elemen pracetak.
  5. Kemampuan crane dalam mengangkat elemen pracetak.

Dalam pemasangan elemen pracetak ke lokasi posisi terakhirnya,beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :

  1. Site Plan
  2. Peralatan
  3. Siklus Pemasangan
  4. Tenaga Kerja

Site Plan

Site Plan yang ada maka akan dapat diperoleh hal-hal sebagai berikut :

  1. Dapat menempatkan posisi crane di lokasi proyek sehingga dapat difungsikan semaksimal dalam elemen-elemen pracetak ke posisi terakhirnya.
  2. Dapat direncanakan tempat penumpukan elemen pracetak yang memudahkan pengaturannya.

Peralatan

Dalam penggunaan elemen pracetak,menjadi pertimbangan adalah :

  1. Beberapa crane yang diperlukan dalam suatu proyek agar dapat digunakan semaksimal mungkin .
  2. Berapa radius perputaran crane.
  3. Peralatan pembantu serta jumlah kebutuhan guna mendukung siklus pemasangan elemen pracetak seperti truk,dan lain sebagainya.

Siklus Pemasangan

Secara garis besar siklus pemasangan dari elemen pracetak dapat dijabarkan sebagai berikut :

  1. Pengecoran elemen poer
  2. Pemasangan elemen balok
  3. Pemasangan elemen pelat
  4. Pengecoran over topping

Beberapa tipe elemen pracetak adalah

  1. POER PRECAST
  2. BALOK PRECAST
  3. HALF SLAB PRECAST
  4. PLANK FENDER PRECAST
  5. DOLPHIN
  6. KANSTEEN PRECAST
Alur Pembuatan Beton Precast

sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/struktur-beton/metode-pelaksanaan-beton-pracetak

Pengolahan Beton

Pengolahan Beton
Agregat Halus

Pengolahan beton adalah proses pembuatan beton yang meliputi pencampuran atau pengadukan bahan, pengangkutan adukan beton, penuangan adukan beton, pemadatan adukan beton, perataan permukaan, perawatan beton.

Pencampuran atau Pengadukan bahan

Merupakan proses pencampuran bahan-bahan dasar beton dengan perbandingan tertentu yang terdiri dari semen dan air (pasta), agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil).

Agregat Halus (Pasir)
Agregat Halus (Pasir)
Agregat Kasar
Agregat Kasar
Semen
Semen
Gamping / Mild
Gamping / Mild
Pengadukan Dengan Tangan
Pengadukan Dengan Tangan
Pengadukan Dengan Mesin
Pengadukan Dengan Mesin

Pengangkutan adukan beton

  1. Adukan beton harus segera diangkut ke tempat penuangan sebelum semen berhidrasi (bereaksi dengan air)
  2. Selama pengangkutan dijaga supaya tidak terjadi segregasi
  3. Alat pengangkut adukan misalnya : ember, gerobak dorong, truk aduk beton, ban berjalan, pompa.
  4. Bila jarak cukup jauh dilakukan dengan truk aduk beton (truk molen)
  5. Pengangkutan dengan pompa bila tempat penuangan cukup tinggi
  6. Pengangkutan dengan crane sering digunakan pada gedung bertingkat banyak
Pengangkutan Adukan Beton Dengan Pompa
Pengangkutan Adukan Beton Dengan Pompa

Penuangan adukan beton

  1. Setelah penuangan beton harus segera dipadatkan sebelum semen dan air bereaksi.
  2. Permukaan cetakan diolesi dengan minyak
  3. Adukan dituang terus menerus
  4. Selama penuangan posisi cetakan dijaga agar tidak berubah
  5. Tinggi jatuh tidak lebih dari 1 meter, agar tidak segregasi
  6. Pengecoran tidak dilakukan pada waktu turun hujan
  7. Beton dijaga supaya tidak diinjak
Pengecoran Plat Lantai
Pengecoran Plat Lantai
Pengecoran Kolom
Pengecoran Kolom

Pemadatan adukan beton

Pemadatan dilakukan supaya rongga / pori dalam beton sesedikit mungkin

1. Pemadatan manual dilakukan dengan tongkat baja/kayu

2. Sebaiknya tebal pemadatan tidak lebih dari 15 cm

3. Pemadatan dilakukan sampai tampak lapisan pasta dipermukaan beton

4. Pemadatan yang terlalu lama mengakibatkan beton kurang padat

5. Pemadatan dengan mesin dilakukan dengan vibrator. Ada dua jenis vibrator yaitu :

  • Vibrator internal
  • üVibrator external
Pemadatan Saat Pengecoran Sloof
Pemadatan Saat Pengecoran Sloof
Pemadatan Saat Pengecoran Kolom
Pemadatan Saat Pengecoran Kolom

Perataan adukan beton

Perataan adukan beton setelah dipadatkan dilakukan supaya bentuk permukaan beton sesuai dengan bentuk yang diharapkan. Alat perata yang dipakai cetok dan papan perata.

Perawatan beton

Perawatan beton supaya proses hidrasi semen (reaksi semen dan air) berlangsung dengan sempurna, caranya yaitu dengan menjaga agar permukaan beton segar selalu lembab sampai proses hidrasi cukup sempurna (kira kira 28 hari)

Bila tidak dijaga pada kondisi lembab maka terjadi penguapan air dari permukaan beton segar sehingga air dalam beton mengalir keluar dan beton kekurangan air untuk hidrasi, sehingga dapat terjadi retak retak pada permukaan beton.

Bila beton berukuran kecil (silinder beton, genteng beton) maka perawatan dengan cara :

  • Menaruh dalam ruang lembab
  • Menaruh di atas genangan air
  • Menaruh di dalam air

Bila beton berukuran besar (kolom, balok, plat lantai) maka perawatan dengan cara :

  • Menyelimuti dengan karung basah
  • Menggenangi permukaan dengan air
  • Menyirami permukaan beton terus menerus
Perawatan Kolom
Perawatan Kolom
Silinder Beton
Silinder Beton

sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/struktur-beton/pengolahan-beton

Perkerasan Jalan Lentur dan Geosintetik

Perkerasan Jalan Lentur dan Geosintetik
1

Konstruksi perkerasan jalan lentur secara umum terdiri dari 4 bagian yaitu:

  • Tanah dasar (sub grade)
  • Perkerasan bawah (sub base course)
  • Perkerasan atas (base course)
  • Lapis permukaan (surface course)

Tanah Dasar (Sub Grade)

Tanah dasar adalah permukaan tanah asli, permukaan galian, atau permukaan timbunan yang merupakan dasar untuk peletakan bagian bagian perkerasan yang lainnya.

Kekuatan dan keawetan dari konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat dan daya dukung tanah dasar. Sehingga tanah dasar ini menentukan tebal tipisnya lapisan tanah di atasnya.
Untuk menentukan kekuatan tanah dasar biasanya dipakai cara CBR (CALIFORNIA BEARING RATIO). Sistem klasifikasi yang umum dipakai pada jalan raya adalah UNIFIED dan AASHO system, sedang untuk lapangan terbang digunakan FAA system.

Perkerasan Jalan Lentur dan Geosintetik

Perkerasan Bawah (Sub Base Course)

Sub base course atau perkerasan bawah. Adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapisan tanah dasar dan perkerasan atas. Dengan demikian sub base course merupakan pondasi yang mendukung perkerasan atas dan lapisan permukaan.
Fungsi sub base adalah :

  1. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan yang menyebarkan beban beban roda
  2. Effisiensi penggunaan material dengan mengurangi lapisan lapisan diatasnya (yang relatif lebih mahal)
  3. Sebagai drainase blanket sheet agar air tanah tidak mengumpul pada pondasi maupun tanah dasar. Untuk maksud ini biasa digunakan material non plastis (pasir kelempungan)
  4. Untuk memudahkan pekerjaan awal (dengan maksud membuat jalan sementara)

Sub base course yang lazim digunakan di Indonesia adalah :

  • Batu belah dengan ballast pasir (konstruksi System Telford)
  • Dengan sirtu (pasir grosok) atau tanah sirtu (konstruksi Pit=Run Gravel System)

Perkerasan Atas (Base Course)

Base course adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis sub base.
Fungsi lapisan perkerasan atas ini adalah :

  • Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda.
  • Sebagai pondasi bagi surface course. Sehingga pengaruh muatan lalu lintas masih cukup besar.


Base course disyaratkan :

  1. Mampu menahan beban tanpa terjadi deformasi.
  2. Tahan terhadap abrasi .
  3. Tahan terhadap air.
  4. Tidak terjadi kapilarisasi.


Untuk memenuhi persyaratan diatas maka :

  1. Kwalitas bahan harus baik. Bahan yang baik adalah batu pecah.
  2. Gradasi/susunan butiran harus rapat. Hal tersebut dapat dicapai dengan ukuran butiran yang bermacam macam sehingga rongga dapat terisi.
  3. Kandungan filler harus cukup, tetapi tidak boleh melampaui batas max dan min. Bila melampaui max ,jalan mudah bergelombang. Bila kurang dari min jalan mudah rusak.
  4. Homogenitas harus sempurna. Maksudnya butir butir yang besar , sdang dan halus harus tercampur menjadi satu dan merata.


Macam macam base course :

  • Granular base course.

Granular base course diberi campuran lapisan tipis clay pada permukaannya dengan tujuan agar base course cukup stabil. Marerial base course merupakan campuran material kasar dan halus.

  • Macadam base course.

Material base yang terdiri dari crushed stone. Macadam base dipakai apabila direncanakan diatas base masih akan ditempatkan lapisan penutup.

Cara penghamparannya:

  1. Dry bound macadam (pada saat penggilasan tidak memakai air)
  2. Wet bound macadam (pada saat penggilasan memakai air)
  3. Treatad base course


Material base yang terdiri dari campuran antara bahan bahan mineral dan additive dengan maksud untuk memperkuat material atau geseran antar partikel.

Lapis Permukaan (Surface Course)

Fungsi lapisan permukaan antara lain:

  1. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda
  2. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca
  3. Sebagai lapisan aus (wearing course)

Bahan untuk lapisan permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi.
Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan batuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lulu lintas.

Geotekstile

Geotextile (GeotekstilNon Woven, atau disebut Filter Fabric (Pabrik) adalah jenis Geotextile yang tidak teranyam, berbentuk seperti karpet kain. Umumnya bahan dasarnya terbuat dari bahan polimer Polyesther (PET) atau Polypropylene (PP).

Geotextile
Geotextile

Geotextile Non Woven berfungsi sebagai :

1. Filter / Penyaring

Sebagai filter, Geotextile Non Woven berfungsi untuk mencegah terbawanya partikel-partikel tanah pada aliran air. Karena sifat Geotextile Non Woven adalah permeable (tembus air) maka air dapat melewati Geotextile tetapi partikel tanah tertahan. Aplikasi sebagai filter biasanya digunakan pada proyek-proyek subdrain (drainase bawah tanah).

Geotextile Non Woven
Geotextile Non Woven

2. Separator / Pemisah

Sebagai separator atau pemisah, Geotextile Non Woven berfungsi untuk mencegah tercampurnya lapisan material yang satu dengan material yang lainnya.

Contoh penggunaan Geotextile sebagai separator adalah pada proyek pembangunan jalan di atas tanah dasar lunak (misalnya berlumpur). Pada proyek ini, Geotextile mencegah naiknya lumpur ke sistem perkerasan, sehingga tidak terjadi pumping effect yang akan mudah merusak perkerasan jalan. Selain itu keberadaan Geotextile juga mempermudah proses pemadatan sistem perkerasan.

3. Stabilization / Stabilisator

Fungsi Geotextile ini sering disebut juga sebagai Reinforcement / Perkuatan. Misalnya dipakai pada proyek-proyek timbunan tanah, perkuatan lereng dll. Fungsi ini sebenarnya masih menjadi perdebatan dikalangan ahli geoteknik, sebab Geotextile bekerja menggunakan metode membrane effect yang hanya mengandalkan tensile strength (kuat tarik) sehingga kemungkinan terjadinya penurunan setempat pada timbunan, masih besar, karena kurangnya kekakuan bahan. Apalagi sifat Geotextile yang mudah mulur terutama jika terkena air (terjadi reaksi hidrolisis) menjadikannya rawan sebagai bahan perkuatan lereng.

sumber : 
https://www.ilmutekniksipil.com/perkerasan-jalan-raya/perkerasan-jalan-lentur-dan-geosintetik

Perkerasan Jalan

Perkerasan Jalan
126

Perkerasan jalan,terdapat 4 bagian :

  1. Tanah dasar (Sub Grade)
  2. Perkerasan bawah (Sub base course)
  3. Perkerasan atas (Base course)
  4. Lapis permukaan (Surface course)

Konstruksi Perkerasan Aspal

Proses Pelaksanaan Perkerasan Jalan :

  1. Pembersihan Lapangan
  2. Penghamparan Batuan
  3. Penyiraman Aspal Emulsi
  4. Penghamparan Agregat
  5. Pemadatan
  6. Siap Dilalui Lalu Lintas

Pembersihan Lapangan

Sebelum penghamparan, dilakukan pembersihan,pengeringan dan pemadatan (jika perlu) lahan



Penghamparan Batuan

Penghamparan
Pemadatan

Penyiraman Aspal Emulsi

  • Prime Coat : Jika berupa base course/Sub grade.
  • Tack Coat : Jika berupa aspal.

Prime Coat dan Tack Coat menggunakan aspal sprayer

Pemberian Prime Coat
Pemberian Tack Coat

Peralatan Alternatif di Lapangan

Batang Penyemprot Aspal Distributor
Bejana atau kaleng untuk menebarkan aspal secara langsung

Penghamparan Agregat

Penghamparan agregat dilakukan dengan CHIP SPREADER /alat lain secara merata dengan tebal penghamparan kurang lebih 20 mm.

Jenis agregat aspal

Bahan

  1. Screneng
  2. Abu batu
  3. Air bersih
  4. Aspal Emulsi

Pemadatan

Pemadatan dilakukan dengan Tyre Roller 8-12 ton dengan kecepatan 5 km/ jam, sampai agregat tertanam baik +/- (4 lintasan). Pada kondisi terpaksa bisa menggunakan Tandem Roller, namun hasilnya kurang baik.


Jenis-jenis Alat Pemadat



Siap dilalui Lalu lintas

Setelah pemadatan selesai,bisa dilalui lalu lintas. Selama +/- 1 jam diusahakan kecepatan  lalu lintas 30 km/jam, setelah itu baru bisa kecepatan normal.

Slurry Seal

Lapisan tipis dengan tebal maks 10 mm yang terletak di atas hamparan aspal (bentuk seperti bubur).

Fungsi slurry seal :
  • Sebagai lapisan penutup(Sealing layer)
  • Sebagai lapis anti licin
  • Menutup retak rambut
  • Pelindung lapisan di bawahnya karena kedap air
  • Membuat permukaan tidak berdebu
Sifat-sifat slurry seal :
  • Tidak mempunyai nilai struktur
  • Kedap air,kenyal dan tidak licin
Bahan slurry seal :
  • Screneng (0-8)
  • Abu batu
  • Semen
  • Air bersih
  • Aspal emulsi
  • Semen (bila perlu)


Proses Pengerjaan

  • Bahan2 dicampur sehingga berbentuk seperti bubur
  • Tuangkan SLURRY SEAL kedalam spreader box perlahan-lahan
  • Jalankan Pan Mixer dengan alat penarik
  • Slurry Seal tidak perlu dipadatkan
  • Proses pengerasan tidak melalui pemadatan tetapi penguapan
  • Sehingga lalu lintas harus ditutup +/- 2 jam(kondisi panas)

Slurry Seal tidak boleh dihamparkan pada kondisi mendung atau hujan


Marka Jalan

Bahan :

  • Glassbead
  • Thermoplastic


Konstruksi Perkerasan Jalan Raya

Konstruksi Perkerasan Jalan Raya
Konstruksi Perkerasan Jalan Raya

Dulu orang merasa cukup dengan menggunakan jalan tanah yang dipadatkan sebagai sarana transportasi. Dengan meningkatnya volume dan beban tonase lalulintas maka tanah yang diperkeras saja sangat tidak mencukupi. Oleh karena itu maka dibuatlah konstruksi perkerasan.

Perkerasan adalah lapisan-lapisan bahan perkerasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang dihamparkan diatas tanah dasar dan kemudian dipadatkan dengan persyaratan tertentu.

Jenis-jenis konstruksi perkerasan antara lain :

  • Perkerasan lentur (flexible pavement)
  • Perkerasan kaku (rigid pavement)
  • Perkerasan modular
  • Perkerasan komposit
Perkerasan Lentur
Perkerasan Aspal
Perkerasan Kaku
Perkerasan Beton

Penyebaran tegangan di dalam struktur perkerasan

Jenis-jenis perkerasan aspal :

  1. Laburan aspal satu lapis (burtu)
  2. Laburan aspal dua lapis (burda)
  3. Lapis tipis aspal pasir (latasir)
  4. Lapis penetrasi makadam (lapen)
  5. Asphalt treated base (ATB)
  6. Aspal campuran dingin (cold mix)
  7. Lapis tipis aspal beton (lataston)
  8. Beton aspal (hot mix)

1. Laburan aspal satu lapis (burtu)

Digunakan sebagai lapis penutup ulang pada perkerasan yang ada atau sebagai rawatan pertama pada bagian lapis perkerasan yang direkonstruksi.2. Laburan aspal dua lapis (burda)

Digunakan sebagai lapis penutup permukaan baru pada lapis pondasi atas yang dipadatkan atau pada bagian yang direkonstruksi.

3. Lapis tipis aspal pasir (latasir)

Digunakan sebagai lapis penutup ulang untuk pemakaian jangka pendek pada lapis perkerasan dengan penutup yang ada atau pada bagian perkerasan yang direkonstruksi atau sebagai lapis penutup sementara untuk perbaikan lapis perkerasan.

4. Lapis penetrasi makadam

Lapis permukaan yang tebalnya dari 4 sampai 8 mm dari agregat pecah dan bergradasi serta yang bersih dilapisi dengan penetrasi bahan pengikat aspal yang panas. Diletakkan di atas lapis pondasi atas yang padat atau permukaan lapis perkerasan yang ada sebagai penutup akhir.

5. Asphalt treated base (ATB)

Suatu lapis perata dari agregat yang dimantapkan dengan aspal diberikan untuk memperbaiki dan memperkuat ketidakteraturan permukaan perkerasan setempat dan membentuk ulang permukaan yang ada sampai kemiringan melintang dikehendaki.

6. Lataston

Campuran aspal semen / keras dengan gradasi tidak menerus untuk jalan yang lalulintasnya ringan diletakkan sebagai lapis permukaan diatas dasar yang dipersiapkan dari permukaan perkerasan yang direkonstruksi.

7. Aspal beton campuran dingin

Aspal campuran dingin yang digunakan pada jalan-jalan yang lalulintasnya dari rendah sampai medium meliputi penambalan dan perbaikan-perbaikan kecil, pembetulan terhadap bentuk permukaan, pelebaran tepi dan pelapisan ulang.

sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/perkerasan-jalan-raya/konstruksi-perkerasan-jalan-raya

Klasifikasi Tanah

Klasifikasi Tanah
KLASIFIKASI TANAH

Sebelum merencanakan struktur sebuah bangunan gedung, jalan raya, dan bangunan air, biasa untuk memulai sebuah proyek langkah pertama yang dilakukan adalah pemerikasaan kondisi tanah. Pemerikasaan tanah dilakukan untuk mengetahui apakah tanah tersebut sesuai dengan klasifikasi yang telah ditentukan.Untuk bangunan  gedung pemerikasaan tanah ini nantinya akan di pergunakan untuk menentukan jenis pondasi apa yang sesuai  dan untuk bangunan jalan raya untuk menentukan lapis pekerkerasan apa yang sesuai untuk pembangunan jalan raya tersebut.

Berikut ini sistem klasifikasi AASHTO yang umum digunakan dalam bidang teknik sipil terutama untuk jalan raya.

Sistem klasifikasi maksud dalam lingkup tersebut, penggunaan sistem ini dalam prakteknya harus dipertimbangkan terhadap maksud aslinya. Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah kedalam 8 kelompok, A-1 sampai A-8 termasuk sub-sub kelompok. Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya 12 dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris. Pengujian yang digunakan hanya analisis saringan dan batas-batas Atterberg. Sistem klasifikasi AASHTO, dapat dilihat dalam Tabel 1.1 :

Tabel 1.1 adalah Klasifikasi tanah untuk lapisan tanah dasar jalan raya
Lanjutan tabel 1.1 klasifikasi tanah untuk lapisan tanah dasar jalan raya

Keterangan :

* untuk A-7-5, PI ≤ LL – 30

* untuk A-7-6, PI > LL – 30

Indeks kelompok (group index) dalam tabel tersebut digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut tanah-tanah dalam kelompoknya. Indeks kelompok dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

GI = (F – 35)(0,2 + 0,005(LL – 40) + 0,01(F – 15)(PI -10)

Dengan:

GI = indeks kelompok (group index)

F = persen material lolos saringan no. 200

LL = batas cair

PI = indeks plastisitas

Bila nilai indeks kelompok (GI) semakin tinggi, makin berkurang ketepatan penggunaan tanahnya. Tanah granuler diklasifikasikan ke dalam klasifikasi A-1 sampai A-3. tanah A-1 granuler yang bergradasi baik, sedang A-3 adalah pasir bersih yang bergradasi buruk. Tanah A-2 termasuk tanah granuler (kurang dari 35% lewat saringan no. 200), tetapi masih terdiri atas lanau dan lempung. Tanah berbutir halus dikalsifikasikan dari A-4 sampai A-7, yaitu tanah lempung-lanau. Perbedaan keduanya berdasarkan pada batas-batas Atterberg. Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria dibawah ini.

Ukuran butir.

Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm (3 inci) dan yang tertahan pada ayakan No. 10 (2 mm).

Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan No. 10 (2 mm) dan yang tertahan pada ayakan No. 200 (0,075 mm).

Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos ayakan No. 200.

  • Plastisitas

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung digunakan bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastis sebesar 11 atau lebih.

  • Apabila batuan (ukuran > 75 mm) ditemukan di dalam contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu tetapi persentase dari batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.

Apabila sistem klasifikasi AASHTO dipakai untuk mengklasifikasikan tanah, maka data dari hasil uji dicocokkan dengan angka-angka yang diberikan dalam Tabel 1.2 dari kolom sebelah kiri ke kolom sebelah kanan hingga ditemukan angka-angka yang sesuai. Grafik 1.1 menunjukkan suatu gambar dari senjang batas cair (liquid limit / LL) dan indeks plastisitas (PI)untuk tanah yang masuk dalam kelompok A-2, A-4, A-5, A-6 dan A-7.

Grafik1.1 adalah rentang (range) dari batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI)
  • Klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir

Ukuran butir tampaknya merupakan suatu metode yang jelas untuk mengklasifikasikan tanah dan kebanyakan usaha-usaha yang terdahulu untuk membuat sistem klasifikasi adalah berdasarkan ukuran butir. Gambar 1.1 memperlihatkan beberapa sistem klasifikasi ini. Sistem MIT mungkin merupakan sistem yang paling banyak dipakai. Karena deposit tanah pada umunya terdiri atas berbagai ukuran-ukuran partikel, maka untuk menentukan kurva distribusi ukuran butir dan kemudian menetukan persentase tanah bagi tiap batas ukuran (Dunn,1992).

Tabel 1.2 adalah klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir

 sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/perkerasan-jalan-raya/klasifikasi-tanah