Dokumen Lelang

Dokumen Lelang

Dokumen lelang adalah seperangkat dokumen yang berisi informasi dan petunjuk tentang ketentuan atau peraturan dalam penyelenggaraan pelelangan supaya para pihak yang terkait saling mengetahui, memahami dan mematuhi pelaksanaan pelelangan dengan baik, serta mengetahui hak atau kewajiban dalam pelaksanaan kontrak.

Dokumen lelang adalah dasar hukum yang mengikat para pihak dalam rangka pelelangan (antara penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa telah sepakat pada waktu pemberian penjelasan dokumen lelang)

Keterangan :

SPB : Surat Pesanan Barang

SPMK : Surat Perintah Mulai Kerja

Nb : Tidak boleh tanda tangan kontrak sebelum dana tersedia

Penyusunan Dokumen Pengadaan/Pelelangan

Isi dokumen lelang antara lain :

  1. Pengumuman atau undangan
  2. Instruksi kepada penawar atau data lelang
  3. Syarat umum kontrak
  4. Syarat khusus kontrak
  5. Daftar kualitas dan harga
  6. Spesifikasi teknis dan gambar
  7. Bentuk surat penawaran
  8. Bentuk jaminan penawaran
  9. Bentuk kontrak (surat perjanjian)
  10. Bentuk jaminan pelaksanaan
  11. Bentuk jaminan pemeliharaan
sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/dokumen-kontrak/dokumen-lelang

Pemetaan Dasar Laut

Pemetaan Dasar Laut

Pemetaan dasar laut dimaksudkan untuk menggambarkan topografi dasar laut, sehingga elevasi seabed terhadap Mean Sea Level (MSL) dapat diketahui guna perhitungan panjang tiang pancang yang tertanam dalam seabed. Dalam kegiatan pemetaan dasar laut ada 2 kegiatan pengukuran yang dilakukan, yaitu :

  • Pengukuran titik-titik fix di atas permukaan air laut saat sounding dengan metoda pengikatan ke muka menggunakan dua pesawat theodolit atau total station posisi di darat.
  • Pengukuran kedalaman (sounding) dengan menggunakan peralatan echosounder

Dimana kedua pengukuran tersebut diatas dilakukan secara bersamaan, pada saat titik fix ditentukan saat itu juga sounding dilakukan.

Prinsip dua kegiatan pengukuran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

A. Pengukuran Titik-titik Fix diatas permukaan air laut

Titik-titik fix berada sepanjang arah jembatan Surabaya – Madura dengan lebar 80 meter dibagi menjadi 5 jalur dengan interval 20 meter (kiri Center Line 40 meter, kiri Center Line 20 meter, Center Line, kanan Center Line 20 meter dan kanan Center Line 40 meter), sedang pada arah memanjang jembatan jarak titik-titik sounding (sounding pole) dengan interval 20 m. Seperti dijelaskan pada gambar berikut ini.

Penentuan Jalur Sounding di Darat dan Pengukuran Sounding Pole

Dimana :

CL = Center Line
JS = Jalur Sounding
SP = Sounding Pole

Titik-titik fix tersebut ditentukan dari dua titik Bench Mark (BM) yang berada di darat lokasi sisi Madura. Setiap titik fix di stakeout dari dua titik BM dengan di setting sudut horizontalnya (b1,b2) seperti gambar berikut ini.

Sketsa pengambilan data kedalaman

Dimana:

BM = Bench Mark
BS = Back Sight
a1,a2 = Azimuth
b1,b2 = Susut Horizontal

B. Pengukuran kedalaman (Sounding) Titik-titik Fix

Pengukuran kedalaman titik-titik fix dilaksanakan menggunakan peralatan Echosounder yang dipasang pada perahu motor dengan prinsip kerja alat Echosounder tersebut adalah memancarkan gelombang suara dari bagian transmitting transducer yang apabila gelombang suara mengenai suatu benda/dasar laut, maka gelombang suara akan dipantulkan dan diterima oleh bagian receiving transducer seperti gambar berikut ini.

Cara kerja Echosounder

Kedua kegiatan pengukuran tersebut dilaksanakan secara bersamaan dan simultan dengan data yang dibaca / diambil meliputi:

  1. Bacaan sudut horizontal dengan alat theodolit / total station.
  2. Pembacaan kedalaman dasar laut dengan alat echosounder.
  3. Pembacaan elevasi air laut sounding, dibaca pada tide pole.

Dari data-data yang diperoleh tersebut dapat dihitung kedalaman titik fix dari MSL dengan rumus:

F = (t + f) – (P – S)

Dimana:

F = kedalaman titik fix dari MSL
t = panjang transducer
f = bacaan kedalaman Echosounder
P = bacaan elevasi air laut saat sounding
S = bacaan MSL pada tide pole

Setelah semua kedalaman titik fix dihitung dan diperoleh elevasi titik-titik di dasar laut (seabed), maka langkah selanjutnya adalah melakukan interpolasi pada titik-titik elevasi seabed tersebut untuk penggambaran garis kontur dasar laut. Proses interpolasi dan penggambaran dilakukan dengan menggunakan Software Softdesk 8 Survey. Hasil dari penggambaran tersebut berupa:

  • Peta situasi sepanjang Jembatan Suramadu
  • Long Section
  • Cross Section
Perhitungan Kedalaman Titik Fix Dari MSL
sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/ilmu-ukur-tanah/pemetaan-dasar-laut

Tulangan Geser Pada Balok

Tulangan Geser Pada Balok
 TULANGAN GESER PADA BALOK 1

Gaya geser umumnya tidak bekerja sendiri, tetapi terjadi bersamaan dengan gaya lentur/momen, torsi atau normal/aksial. Dari percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa keruntuhan akibat gaya geser bersifat brittle/getas atau tidak bersifat daktail/liat, sehingga keruntuhannya terjadi secara tiba-tiba. Hal ini karena kekuatan menahan geser lebih banyak dari kuat tarik dan tekan beton dibandingkan oleh tulangan gesernya. Pada struktur beton yang menahan momen maka keruntuhannya bisa diatur apakah akan bersifat daktail atau tidak, tergantung pada jumlah tulangan yang dipakai.

Besar gaya geser pada balok atau kolom, umumnya bervariasi sepanjang bentang, sehingga banyaknya tulangan geser pun bervariasi sepanjang bentang.

Ada beberapa sebab retak pada struktur beton, yaitu

  • Retak akibat lentur/momen
  • Retak akibat geser
Retak-retak ini bila tidak ditahan dengan tulangan akan mengakibatkan keruntuhan, mengingat sifat beton yang tidak mampu menahan gaya tarik.
Retak akibat lentur ditahan dengan tulangan lentur atau tulangan longitudinal atau memanjang karena letak retak yang terletak vertikal ke atas. Sedangkan retak akibat geser ditahan oleh tulangan geser.


PERENCANAAN TULANGAN GESER MENURUT SNI

Tulangan untuk menahan gaya geser biasa dinamakan tulangan geser atau tulangan sengkang atau tulangan stirrup. Tulangan geser diperlukan untuk menahan gaya tarik arah tegak lurus dari retak yang diakibatkan oleh gaya geser. Ada berbagai macam cara untuk pemasangan tulangan geser yaitu :

  • Tulangan geser vertikal
  • Tulangan geser miring / diagonal
  • Tulangan geser spiral
  • Tulangan lentur yang dibengkokkan
Retak geser terletak secara diagonal pada badan balok sehingga perletakan tulangan geser yang paling efektif adalah tulangan geser miring / diagonal tegak lurus arah retak, sehingga tulangan hanya menahan gaya tarik saja dari gaya retak tersebut, tetapi tentunya dengan cara ini akan memakan biaya yang besar dan pemasangan yang lebih sulit.

Demikian juga dengan tulangan geser spiral meskipun efektif dalam menahan gaya geser tapi sulit pemasangan pemasangannya dan sekaligus lebih mahal.

Dalam hal ini yang paling disukai dan paling banyak dipakai dalam perencanaan struktur adalah tulangan geser vertikal.

Gambar susunan tulangan geser dan lentur
Gambar susunan tulangan geser dan lentur
Pada perencanan tulangan geser dengan desain ultimit bahan maka gaya geser yang terjadi akan ditahan oleh dua bahan/material yaitu beton dan baja dengan cara dihitung dulu kekuatan atau kapasitas beton dalam menahan gaya geser yang terjadi kemudian sisanya akan dilimpahkan ke baja.

PROSEDUR PERHITUNGAN TULANGAN GESER

1. Gaya geser/shear/transversal pada struktur beton

Menghitung gaya geser terfaktor Vu pada sepanjang bentang. Besar Vu adalah sebagai berikut (bila tidak ada beban gempa):

Vu = 1,2 VD + 1,6 VL

Keterangan :

VD = gaya geser akibat beban mati
VL = gaya geser akibat beban hidup

Dengan diagram gaya geser tersebut dibagi beberapa segmen/bagian sehingga tulangan geser yang dipakai dapat lebih efektif.
Dari tumpuan ke jarak d dari diagram geser di atas dapat diabaikan karena sejauh d dari tumpuan gaya geser yang terjadi tidak efektif mengakibatkan kerusakan pada struktur (khususnya balok).

2. Menghitung kekuatan beton menahan geser Vc

Harga Vc berdasar jenis struktur, yaitu sebagai berikut :

a. Untuk kombinasi gaya geser dan lentur (contoh: balok)

Keterangan :

Vc  = kemampuan beton menahan geser (N)

f’c  = kuat tekan beton (MPa)

ρw  = rasio tulangan pada web = As/bwd

Vu  = beban geser terfaktor (N)

Mu  = beban momen terfaktor (Nmm)

bw  = lebar balok (mm)

d  = tinggi balok efektif (mm)

Mengingat harga-harga Vu, Mu dan ρw bervariasi sepanjang bentang sehingga akan menyulitkan untuk menghitungnya, maka persamaan di atas disederhanakan dengan persamaan sebagai berikut :

b. Untuk kombinasi geser dan aksial tekan/normal (contoh : kolom)
dengan :
Atau dengan persamaan :

dengan :

Nu = beban aksial terfaktor (N)

Ag = luas bruto penampang (mm²)

kedua persamaan di atas tidak perlu lebih besar dari

jadi dipilih yang terkecil di antara persamaan di atas

c. Untuk kombinasi geser dan aksial tarik (contoh : kolom tarik)

Dalam perencanaan/desain ultimit maka kekuatan beton dalam menahan gaya geser ini harus dikalikan dengan faktor reduksi sebesar 0,75.

3. Memeriksa syarat penampang struktur dengan ketentuan sebagai berikut :

  • Bila Vu<0,5 Φ Vc → tidak memerlukan sengkang
  • Bila 0,5 Φ Vc<Vu< Φ Vc → gunakan tulangan minimum
  • Bila (Vu – Φ Vc)<0,67bwd → hitung Vs
  • Bila (Vu – Φ Vc)>0,67bwd → ukuran penampang diperbesar
4. Menghitung sisa gaya geser dari gaya geser kapasitas beton yang harus ditahan oleh tulangan geser Vs.

Vu ≤ Φ Vn

Vn = Vc+Vs

Vu ≤ Φ Vc+ΦVs

maka Vs = (Vu / Φ) – Vc

5. Menghitung tulangan geser yang diperlukan

Tentukan luas tulangan geser Av dengan luas tulangan yang biasa dipakai di lapangan mis: Φ 6, Φ 8, D10 atau D16.

Keterangan

Φ = untuk tulangan polos

D = untuk tulangan deformed

Menghitung jarak/spasi tulangan geser s

Keterangan :

fy = tegangan leleh baja tulangan geser (MPa)

6. Bila pada langkah ke 3 menghasilkan 0,5 Φ Vc<Vu< ΦVc maka dapat digunakan tulangan minimum dengan persamaan sebagai berikut :


sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/struktur-beton/tulangan-geser-pada-balok

Geser Pada Konsol Pendek (Brackets)

Geser Pada Konsol Pendek (Brackets)

 GESER PADA KONSOL PENDEK BRACKETS 1

Konsol pendek banyak dipakai pada delatasi atau pemisah antar gedung, untuk perletakan krane dan untuk tumpuan struktur pracetak misal: balok atau plat pracetak.

Retak yang mungkin terjadi pada konsol pendek
Konsol pendek berfungsi seperti balok kantilever dengan pengaruh geser lebih besar dibandingkan dengan pengaruh lentur/momennya. Bila perbandingan h’/h kecil maka retak akan cenderung berada ke arah luar, dan sebaliknya bila perbandingan h’/h besar maka retak cenderung akan terjadi di dekat kolom.

Pada SNI-2002 pasal 13.9.2 memberikan besar batasan tinggi h’ harus lebih besar dari 0,5d. Karena sifatnya yang seperti kantilever maka akan terbentuk momen negatif dengan daerah tekan berada di bawah dan daerah tarik berada di atas, dan pemasangan tulangan seperti gambar di bawah ini.

Pemasangan tulangan pada konsol pendek

Prosedur Perencanaan Konsol Pendek

Prosedur ini menurut SNI 2002 bab 13.9 untuk konsol pendek dengan kondisi sebagai berikut:
1. Rasio a/d < 1

dengan :

a = bentang geser:jarak antara beban terpusat dari muka tumpuan

d = tinggi efektif konsol pendek

2. Gaya horisontal Nuc <  gaya vertikal Vu
3. Pada muka tumpuan direncanakan untuk secara bersamaan memikul suatu geser Vu, suatu momen (Vua+Nuc(h – d)) dan suatu gaya tarik horisontal Nuc.

Prosedur perencanaan

1. Tentukan Vn dengan Φ = 0,75

2. Vn harus lebih kecil dari :

  • 0,2 fc’bwd
  • 5,5 bwd

kalau tidak maka dimensi konsol pendek harus diperbesar

3. Menentukan luas tulangan geser friksi Avf

dengan :

Avf = luas tulangan geser friksi (mm²)

μ = koefisien friksi bahan

untuk kolom monolit μ = 1,4

untuk kolom nonmonolit μ = 1

4. Menentukan luas tulangan lentur Af dan An

Bila tidak ada ketentuan tentang besar Nuc maka digunakan Nuc minimum yaitu Nuc minimum = 0,2 Vu

5. Menentukan tulangan pokok As

As = 2/3Avf + An atau

As = Af + An atau

Dari ketiga persamaan di atas diambil As yang paling besar

6. Menentukan tulangan pokok Ah

Ah = ½.(As – Ah)

sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/struktur-beton/geser-pada-konsol-pendek-brackets

Pengukuran Menyipat Datar Memanjang

Pengukuran Menyipat Datar Memanjang
 Pengukuran Menyipat Datar Memanjang 1

Pada pengukuran menyipat datar memanjang, dua titik tetap yang akan diukur tingginya (titik awal dan titik akhir) umumnya memiliki jarak yang cukup jauh (± 50 m). Oleh karena itu tidak mungkin dilakukan pekerjaan sekali waterpassing melainkan harus dilaksanakan serangkaian pekerjaan waterpassing antara dua titik tetap tersebut.

Mengingat hal tersebut, maka perlu diketahui pengertian sebagai berikut :

  1. Satu trayek adalah jarak antara dua titik tetap yang diukur beda tingginya. Satu trayek dibagi dalam seksi-seksi.
  2. Satu seksi adalah jarak pengukuran pergi pulang dalam waktu satu hari sesuai kemampuan si pengukur. Satu seksi dibagi lagi ke dalam beberapa slag.
  3. Satu slag adalah jarak antara rambu muka dan belakang dalam sekali mendirikan alat. Panjang tiap slag dipengaruhi oleh kondisi medan. Semakin terjal atau berbukit-bukit suatu medan, maka panjang slag semakin pendek. Selain itu pembesaran teropong atau kemampuan alat juga berpengaruh. Untuk pekerjaan-pekerjaan teknis, pembesaran teropong yang baik adalah antara 20 – 30 kali. Untuk itu pada cuaca cerah, panjang slag dapat mencapai  40m – 90 m. Jumlah slag diusahakan genap. Hal ini dilakukan untuk menghindari tejadinya kesalahan pengukuran akibat perbedaan titik nol pada masing-masing rambu (misal ; rambu aus).

Adapun pengukuran tinggi antara dua titik itu sendiri dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :

1. Waterpass ditempatkan di salah satu titik, kemudian membidik rambu yang diletakkan di titik lainnya (lihat gambar dibawah ini).

Beda tinggi antar titik dihitung dengan rumus :

ΔH = Ta – Bt

Keterangan :

ΔH = beda tinggi

Ta = tinggi alat

Bt = benang tengah

2. Waterpass ditempatkan diantara dua titik (lihat gambar dibawah ini), sedangkan rambu ditempatkan pada titik-titik tersebut

Beda tinggi antara dua titik dapat dihitung dengan rumus :

ΔH = Btb – Btm

Keterangan :

ΔH = beda tinggi

Bt = bacaan benang tengah

Btm = bacaan benang tengah muka

Btb = bacaan bengan tengah belakang

3. Waterpass ditempatkan diluar garis antara dua titik. Cara ini dilakukan apabila kndisi medan antara dua titik tersebut berupa sungai, jurang, atau selokan (lihat gambar dibawah ini).

Beda tinggi antara dua titik dapat dihitung dengan rumus :

ΔH = Btm – Btb

Keterangan :

ΔH = beda tinggi

Bt = bacaan benang tengah

Btm = bacaan benang tengah muka

Btb = bacaan benang tengah belakang

Untuk menghitung jarak dengan menggunakan cara optis adalah sebagai berikut :

D = 100 (Ba – Bb)

Dari ketiga cara tersebut, yang dapat memberikan hasil lebih teliti adalah cara yang kedua ( waterpass ditempatkan diantara dua titik). Karena dengan cara tersebut kesalahan yang mungkin tejadi sangat kecil, terlebih lagi bila jarak antara waterpass dengan  kadua rambu dibuat sama. Cara seperti ini dinamakan menyipat datar di tengah-tengah dan digunakan pada pengukuran menyipat datar memanjang.

Dalam pelaksanaan pengukuran menyipat datar sering kali menghadapi masalah yang disebabkan oleh kondisi medan yaitu beda tinggi antara dua titik atau patok yang telah kita tentukan sebelumnya terlalu besar. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka kita menggunakan titik-titik bantu yang ditempatkan diantara titik tersebut. Jumlah titik bantu yang digunakan tergantung pada kondisi medan.

Dalam pengukuran menyipat datar (waterpassing) sering terjadi kesalahan-kesalahan sebagaimana pada pengukuran dengan theodolit. Adapun sumber-sumber kesalahan pada waterpassing memanjang adalah

1. Kesalahan karena alat

a. Kesalahan karena garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo.

Pengaruh kesalahan ini dapat dihilangkan dengan cara :

  • Menempatkan pesawat di tengah-tengah antara dua titik yang diukur.
  • Dengan penempatan pesawat (pengaturan) statip sedemikian rupa sehingga jarak pembacaan belakang sama dengan jarak pembacaan muka.

b. Kesalahan karena garis nol mistar

Bila ujung bagian bawah mistar sudah aus, maka ujung mistar yang mengenai landasan (permukaan tanah) itu bukan lagi garis nol mistar, dengan demikian pembacaannya menjadi lebih besar.Pengaruh kesalahan ini dapat dihindari dengan jalan :

  • Hanya memakai satu mistar saja
  • Pengaturan setup sedemikian rupa sehingga untuk pengukuran itu dilakukan setup yang genap.

c. Kesalahan karena letak mistar turun sementara dilakukan pengukuran.

Hal ini bisa terjadi bila tempat berpijaknya mistar melesak ke dalam tanah (tanah lembek).Pengaruh ini dapat diatasi dengan cara :

  • Memakai landasan mistar yang ditanam kuat-kuat dalam tanah.
  • Tidak menempatkan mistar di atas titik yang lembek.

d. Kesalahan karena garis bidik turun sementara dilakukan pengukuran.

Hal ini terjadi bila statip kurang kuat tertanam di dalam tanah. Pengaruh ini dapat dihindari dengan jalan :

  • Tancapkan kaki statip kuat-kuat ke dalam tanah.
  • Jangan menempatkan di tempat yang lembek atau beraspal.

2. Kesalahan karena kondisi alam

a. Kesalahan karena kurang teliti dalam membaca mistar

Hal ini mengakibatkan melengkungnya bidang nivo, padahal beda tinggi antara dua titik adalah jarak dua bidang nivo yang melalui dua titik tersebut. Kesalahan ini dapat dihindari dengan cara menempatkan pesawat tepat di tengah-tengah antara dua titik yang diukur.

b. Melengkungnya sinar.

Kesalahan pelengkungan sinar ada dua jenis yaitu penambahan refraksi pada pagi hari dan pengukuran refraksi pada sore hari serta perbedaan refraksi pada pembacaan rambu muka dan rambu belakang, sebagai akibat perbedaan suhu yang mengakibatkan waterpassing dengan rambu tidak vertikal. Adapun cara mengatasi kesalahan ini adalah dengan jalan sebagai berikut :

  • Waterpassing pergi dilaksanakan pada pagi hari dan waterpassing pulang dilakukan pada sore hari.
  • Menempatkan pesawat di tengah-tengah antara dua titik yang akan diukur.

c. Kesalahan karena getaran udara (ondulasi).

Bila suhu lingkungan tinggi (panas), maka terjadilah pemindahan udara panas dari permukaan bumi ke atas. Hal ini mengakibatkan bayangan mistar menjadi kabur, sehingga bacaan mistar kurang teliti. Untuk itu maka hendaklah :

  • Memperpendek jarak antar slag
  • Menghentikan kegiatan pengukuran

d. Kesalahan karena perubahan garis arah nivo.

Hal ini terjadi bila kerangka nivo terkena panas sinar matahari secara langsung  yang mengakibatkan pemuaian, sehingga garis arah nivo tidak lagi sejajar garis bidik. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, maka pesawat harus dilindungi dengan menggunakan payung dalam setiap kali melakukan kegiatan pengukuran.

3. Kesalahan dari si pengamat

Kesalahan yang mungkin terjadi adalah :

  • Kesalahan pada pembacaan benang karena kelelahan mata.
  • Kurang cermat dalam perkiraan pembacaan rambu yang memiliki ketelitian hingga milimeter (mm).
  • Kurangnya pemahaman mengenai tata cara pelaksanaan pengukuran tanah.

Untuk menentukan baik buruknya pengukuran menyipat datar, ditentukan dengan batas harga terbesar (batas toleransi). Bila pengukuran dilakukan pergi-pulang, maka selisih hasil pengukuran tidak boleh lebih besar dari :

k = 4 mm √D, pengkuran tingkat I

k = 8 mm √D, pengukuran tingkat II

k = 12 mm √D, pengkuran tingkat III

Langkah kerja

Ada dua tahap dalam pengukuran sipat datar memanjang yaitu pengukuran pulang dan pengukuran pergi. Pengukuran pergi biasa dilakukan pada waktu pagi hari dan pengukuran pulang dilakukan pada waktu sore hari.

1. Pengukuran pergi

Urutan kerjanya adalah :

  • Meletakkan alat ukur (waterpass) kira-kira di tengah-tengah antara dua titik (patok).
  • Mengatur sumbu I vertikal dengan sekrup penyetel A, B, C sehingga kedudukan gelembung uddara pada nivo menjadi seimbang.
  • Melakukan bidikan terhadap dua rambu tadi secara bergantian dengan bantuan vizier pembantu.
  • Membaca bacaan benang pada baak ukur dan mencatatnya.

Langkah kerja di atas dilakukan berulang-ulang pada titik-titik yang akan dicari beda tingginya.

2. Pengukuran Pulang

Langkah kerja pada pengukuran pulang sama dengan langkah kerja pada pengukuran pergi, hanya titik awal pengukuran yang berbeda yaitu bila pada pengukuran pergi titik awalnya adalah titik pertama, sedangkan pada pengukuran pulang titik awalnya adalah titik terakhir.

sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/ilmu-ukur-tanah/pengukuran-menyipat-datar-memanjang

Pengukuran Poligon

Pengukuran Poligon

Poligon adalah serangkaian titik-titik yang dihubungkan dengan garis lurus sehingga titik-titik tersebut membentuk sebuah rangkaian (jaringan) titik atau poligon. Pada pekerjaan pembuatan peta, rangkaian titik poligon digunakan sebagai kerangka peta, yaitu merupakan jaringan titik-titik yang telah tertentu letaknya di tanah yang sudah ditandai dengan patok, dimana semua benda buatan manusia seperti jembatan, jalan raya, gedung maupun benda-benda alam seperti danau, bukit, dan sungai akan diorientasikan. Kedudukan benda pada pekerjaan pemetaan biasanya dinyatakan dengan sistem koodinat kartesius tegak lurus (X,Y) di bidang datar (peta), dengan sumbu X menyatakan arah timur – barat dan sumbu Y menyatakan arah utara – selatan. Koordinat titik-titik poligon  harus cukup teliti mengingat ketelitian letak dan ukuran benda-benda yang akan dipetakan sangat tergantung pada ketelitian dari kerangka peta.

Menurut bentuknya, poligon dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Poligon Terbuka

Poligon terbuka adalah suatu poligon dimana titik awal dan titik akhirnya berbeda. Jenis-jenis poligon terbuka adalah :

  1. Poligon terbuka terikat sempurna
  2. Poligon terbuka terikat sepihak
  3. Poligon terbuka tidak terikat

2. Poligon Tertutup

Poligon tertutup adalah suatu poligon dimana titik awal dan titik akhirnya mempunyai posisi yang sama atau berhimpit, sehingga poligon ini adalah suatu rangkaian tertutup. Berdasarkan fungsinya, poligon dibedakan menjadi ;

  1. Poligon untuk keperluan kerangka peta, syaratnya harus memiliki titik–titik yang cukup baik, dalam arti menjangkau semua wilayah.
  2. Poligon yang berfungsi sebagai titik-titik pertolongan untuk mengambil detail lapangan.

Untuk memudahkan dalam memahami sudut-sudut yang ada dalam pengukuran poligon, maka perlu dijelaskan hal-hal sebagai berikut :

  1. Sudut dalam adalah selisih antara dua arah (jurusan) yang berlainan.
  2. Azimuth (sudut arah) adalah sudut yang dihitung terhadap arah utara magnetis, dan arah ini berhimpit dengan sumbu Y pada peta.

Unsur-unsur yang dicari dalam pengukuran poligon adalah semua jarak dan sudut (Di, βi). Kedua unsur ini telah cukup untuk melukis poligon di atas peta, jika kita tidak terikat pada sistem koodinat yang ada dan tidak menghiraukan orientasi pada poligon tersebut.Agar poligon tersebut terarah (tertentu orientasinya), maka perlu salah satu sisi diketahui sudut arahnya (azimuth).

Untuk memperoleh azimuth tiap sisi poligon, syaratnya harus diketahui azimuth awalnya (α1). Penentuan azimuth awal dapat dicari dengan langjah-langkah sebagai berikut :

  1. Sumbu I theodolit diatur dalam keadaan vertikal (gelembung nivo seimbang), dan bacaan sudut horisontal menunjukkan angka 00˚00’00” pada arah magnetis bumi.
  2. Putar theodolit dan arahkan ke titik P2 pada bacaan biasa, kemudian balikkan teropong pada keadaan luar biasa (LB) dan bacalah sudut yang dibentuk dengan arah titik.

Penentuan azimuth awal (α1) dihitung dengan rumus :

α1 = (HB2 + (HLB2 – 180°)) / 2

Untuk azimuth-azimuth selanjutnya dihitung dengan rumus :

a. Untuk pengukuran searah jarum jam :

α2 = α1 + 180º – ( β2 ± ∆fβ)

α3 = α2 + 180º – ( β3 ± ∆fβ)

b. Untuk pengukuran berlawanan jarum jam :

α2 = α1 – 180º + ( β2 ± ∆fβ)

α3 = α2 – 180º + ( β3 ± ∆fβ)

Agar titik koodinat dapat diketahui dalam sistem koodinat yang ada, maka poligon perlu diikat (dihubungkan) dengan titik yang diketahui koodinatnya atau titik tetap (X1, Y1). Koodinat di sini dihitung dari unsur-unsur jarak dan sudut arah sebagai berikut :

X2 = X1 + D sin α1 ± ∆fx

Y2 = Y1 + D cos α1 ± ∆fy

Keterangan :

α = azimuth

D = jarak

β = sudut dalam

∆fx = koreksi sumbu x

∆fy = korekai sunbu y

Kemudian untuk titik-titik berikutnya (titik P3) dihitung dari titik P2, titik P4 dihitung dari titik P3, dan seterusnya.

sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/ilmu-ukur-tanah/pengukuran-poligon