Perencanaan Sistem Pelabuhan Udara

Perencanaan Sistem Pelabuhan Udara

 Perencanaan Sistem Pelabuhan Udara 1

Proses perencanaan yang sedemikian rumitnya sehingga analisis satu kegiatan harus memperhitungkan pengaruhnya pada kegiatan yang lain, agar menghasilkan penyelesaian yang memuaskan. Kegiatan suatu bandara mencakup sekumpulan kegiatan yang luas dan mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda dan seringkali bertentangan. Kegiatan tersebut saling tergantung satu sama lainnya sehingga suatu kegiatan tunggal dapat membatasi kapasitas dari keseluruhan kegiatan.

Perencanaan kegiatan bandar udara yang ada saat ini biasanya sudah direncanakan dan mempertimbangkan kebutuhan di masa yang akan datang. Rencana kegiatan bandara di masa yang akan datang tersebut dibuat dalam sebuah dokumen yang dinamakan dengan Rencana Induk bandara.

Agar semua upaya perencanaan bandara dimasa datang berhasil dengan baik, maka semua kegiatan yang dilakukan harus didasarkan kepada pedoman-pedoman yang dibuat dalam sebuah rencana induk.

Sistem bandar udara dibagi menjadi 2 bagian:

  1. Sisi darat (landside)
  2. Sisi Udara (airside)

Sebagai pemisah dari kedua bagian tersebut adalah terminal.

Sistem Bandar Udara

RENCANA INDUK BANDAR UDARA

Definisi : Konsep pengembangan bandar udara sampai pada tahap ultimate dari suatu bandar udara.

Tujuan dari rencana induk (masterplan): memberikan pedoman bagi pengembangan bandar udara di masa depan yang akan memenuhi tuntutan penerbangan dan sesuai dengan lingkungan, perkembangan masyarakat dan cara-cara transportasi lainnya.

Rencana induk ini merupakan pedoman bagi :

  1. Pengembangan fasilitas fisik dari suatu bandara
  2. Pengembangan lahan di dan sekitar bandara
  3. Menetapkan pengaruh-pengaruh konstruksi dan operasi-operasi bandar udara terhadap lingkungan
  4. Penetapan kebutuhan jalan masuk
  5. Penentapan kelayakan ekonomis dan keuangan dari pengembangan-pengembangan yang diajukan
  6. Penetapan jadwal prioritas dan pentahapan bagi perbaikan-perbaikan yang diajukan dalam rencana induk

Filosofi :

Penyediaan keseluruhan kebutuhan baik bagi pesawat, penumpang, barang, dana investasi yang paling minimum, penumpang yang maksimum, serta hubungannya dengan lingkungan, kemudahan bagi operator dan staff penggunan bandara serta hubungannya dengan lingkungan di sekitar bandara sehingga merupakan kondisi efisien, aman dan nyaman.

Tujuan Umum :

Sebagai pedoman bagi pengembangan bandara di masa mendatang.

Tujuan Khusus:

Sebagai pedoman :

  1. Pengembangan fisik & Land use
  2. Pengembangan lahan di sekitar bandara
  3. Penetapan jalan masuk
  4. Penetapan efeknya terhadap lingkungan dari segi konstruksi dan operasi bandara
  5. Analisa Biaya Ekonomi dimasa mendatang

Rencana induk (masterplan) minimal harus meliputi unsur-unsur berikut:

  1. Ramalan kebutuhan/permintaan yang meliputi proyeksi operasi penerbangan, jumlah penumpang, volume barang dan lalulintas angkutan darat. Ramalan tidak hanya dibuat untuk ramalan tahunan, tetapi juga termasuk ramalan pada jam sibuk harian
  2. Alternatif pemecahan persoalan, dari kebutuhan yang diramalkan secara memadai dan memuaskan. Setiap alternatif pemecahan persoalan harus memperhatikan pengaruh-pengaruhnya terhadap lingkungan, keselamatan dan ekonomi
  3. Analisa biaya investasi. Analisa dilakukan terhadap biaya pembangunan, apakah dana yang dikeluarkan untuk suatu fasilitas bermanfaat, dan apa manfaatnya?. Analisa biaya investasi serta keuntungannya haruslah termasuk dalam keuntungan langsung maupun tidak langsung sehingga memberikan banyak pilihan bagi pengambil keputusan untuk bahan pertimbangan.
  4. Pengaruh lingkungan dan alternatif mengatasinya. Pengembangan sebuah bandara akan mengundang minat kalangan luas, pemakai bandara dan penyedia jasa dsb. Dalam tahap penyusunan rencana induk, pihak-pihak tersebut harus diajak berkonsultasi agar tidak terjadi ketimpangan dalam isinya.

KEBUTUHAN SEBUAH BANDARA

Langkah awal dalam mempersiapkan rancangan induk sebuah bandara adalah

  1. pengumpulan data dari fasilitas lapangan terbang yang sudah ada dan usaha-usaha merancang pada areal yang luas
  2. Konsultasi dengan pihak-pihak terkait (Ditjenud, Pemda, Perusahaan penerbangan dan stakeholder lainnya)
  3. Mengumpulkan data-data operasional terutama data lalulintas pesawat, penumpang, barang dan pos yang diangkut dengan pesawat
  4. Melakukan kajian (review) peraturan-peraturan penerbangan yang berlaku, baik nasional maupun internasional (ICAO, FAA dll)
  5. Pengumpulan data sosio ekonomi (jumlah penduduk, aktivitas ekonomi dan tata guna lahan sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan peramalan fasilitas apa saja yang dibutuhkan dan besarannya.

KEBUTUHAN FASILITAS

Fasilitas pada suatu bandara :

  1. Landing Movement (LM)
  2. Terminal Area, dan
  3. Air Traffic Control (ATC)

Landing Movement :

  1. Runway (landas pacu)
  2. Taxiway (penghubung landas pacu)
  3. Apron (tempat parkir pesawat

Terminal Area :

Merupakan areal utama yang mempunyai interface antara lapangan udara dan bagian-bagian dari bandara yang lain (fasilitas pelayanan penumpang (passenger handling system), penanganan barang kiriman (cargo handling), perawatan dan administrasi bandara.

Air Traffic Control (ATC) :

Merupakan fasilitas pengatur lalu lintas udara dengan berbagai peralatannya seperti sistem radar dan navigasi.

PEMILIHAN LOKASI BANDARA

Beberapa faktor / kriteria dalam pemilihan lokasi bandar udara :

  1. Tipe pengembangan lingkungan sekitar
  2. Kondisi atmosfir
  3. Kemudahan untuk mendapatkan transportasi darat
  4. Tersedianya lahan untuk pengembangan
  5. Adanya lapangan terbang lain
  6. Halangan sekeliling (surrounding obstruction)
  7. Pertimbangan ekonomis
  8. Tersedianya utilitas (PLN, PAM, Telepon, Depo BBM dll)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UKURAN BANDAR UDARA

  1. Karakteristik dan ukuran pesawat yang direncanakan menggunakan bandara tersebut
  2. Perkiraan volume penumpang
  3. Kondisi meteorologi (angin dan temperatur)
  4. Ketinggian dari muka air laut (mean sea level)

sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/bandara/perencanaan-sistem-pelabuhan-udara

Komponen Pokok Runway

Komponen Pokok Runway

 komponen pokok runway 1

Runway adalah landasan pacu pesawat terbang untuk mendarat (Landing) maupun untuk terbang (Takeoff). Bagian-bagian dari runway antara lain :

a. Structural Pavement

b. Shoulder

c. Runway Safety Area

d. Blast Pad

e. Extended Safety Area

a. Structural Pavement adalah bagian yang memikul beban pesawat yang diberi lapis keras sesuai dengan perhitungan bebannya

b. Shoulder adalah bagian yang berbatasan dengan structural pavement untuk menahan erosi akibat air dan hembusan pesawat atau tempat peralatan dalam melakukan perbaikan

c. Runway Safety Area adalah daerah pengamanan landasan (termasuk structural pavement dan shoulder)

catatan: daerah ini harus mampu mendukung kendaraan pemadam kebakaran / alat penggusur salju untuk perawatan

d. Blast Pad adalah untuk menahan erosi pada bagian permukaan yang terletak di ujung runway akibat hembusan pesawat. Oleh karena itu dapat diperkeras atau ditanami rerumputan. Panjang Blast Pad sekitar 200 ft; bila melayani pesawat berbadan lebar dapat mencapai 400 ft.

e. Extended Safety Area adalah bagian yang berbatasan dengan structural pavement untuk menahan erosi akibat air dan hembusan pesawat atau tempat peralatan dalam melakukan perbaikan.

Klasifikasi Lapangan Terbang :

Dimaksudkan untuk membuat keseragaman lapangan terbang di seluruh dunia sesuai dengan kelasnya. Keseragaman ini meliputi standar perencanaan geometri maupun komponen-komponen fasilitas lapangan terbang.

Klasifikasi berdasarkan ICAO :

Ada 4 tingkatan: Klas 1, 2, 3, dan 4. Klasifikasi ini didasarkan atas panjang landas pacunya secara garis besar saja.
Ada 3 tipe pendaratan pesawat antara lain :
Normal Landing Case

Landing Distance adalah panjang landasan yang disediakan bagi pesawat untuk melakukan pendaratan.

Catatan :
Pada kasus pendaratan normal, tinggi pesawat ketika sampai di atas threshold (ujung landasan) mencapai 50 feet dan pesawat berhenti pada jarak 60% dari landing distance.

Over Shoot

Over shoot adalah pesawat mendarat melampaui ujung landasannya.

Poor Approach

Poor approach adalah pesawat mendarat sebelum sampai landasannya.

Hubungan antara pesawat terbang yang melakukan penerbangannya dengan panjang landasan pacu yang diperlukan

Take off distance adalah jarak datar yang ditempuh pesawat diukur dari kedudukan pesawat mulai bergerak untuk melakukan lepas landas sampai mencapai ketinggian 35 ft.

Lift off distance adalah jarak datar yang ditempuh pesawat diukur dari kedudukan pesawat mulai bergerak untuk melakukan lepas landas sampai titik saat pesawat mulai meninggalkan landasan pacu.

Clearway adalah suatu bidang yang letaknya pada perpanjangan ujung runway, lebarnya tidak kurang dari 500 ft, sumbunya sama dengan sumbu runway, kemiringannya (memanjang) tidak lebih dari 1,25%, dan tidak boleh ada sesuatu yang mencuat ke atas lebih dari 26” kecuali lampu-lampu runway.

Panjang Clearway maksimal = setengah dari selisih take off distance dan lift off distance; sedang sisanya dinamakan take off run, yaitu bagian yang mendapat lapis keras penuh.

Dalam peraturan penerbangan dibedakan 2 macam :

  1. Peraturan yang mengatur penerbangan pesawat dengan piston engine saja
  2. Peraturan yang mengatur penerbangan pesawat dengan mesin jet (turbin)

Untuk landasan yang hanya melayani pesawat bermesin piston saja, maka take off distance ini harus diberi lapis keras penuh (full strength pavement). Untuk landasan yang juga melayani pesawat bermesin jet, tidak perlu seluruh take off distance diberi lapis keras penuh. Sebagian dari take off distance boleh ada bagian yang tidak diberi lapis keras yang dinamakan clearway; tetapi seluruh take off distance harus merupakan daerah yang bebas rintangan.

  1. Runway adalah fasilitas yang digunakan pesawat untuk melakukan pendaratan maupun lepas landas.
  2. Apron adalah tempat parkir pesawat, untuk menurunkan / mengangkut penumpang maupun barang.
  3. Taxiway adalah jalur yang menghubungkan runway dengan apron yang digunakan taxiing bagi pesawat (bergerak penuh di atas rodanya) menuju runway untuk lepas landas atau dari runway menuju apron untuk parkir.
  4. High speed exit taxiway adalah taxiway yang memotong runway dengan sudut 30° jalur tempat membelok pesawat agar segera ke luar dari landas pacunya meskipun masih bergerak dengan kecepatan tinggi setelah mendarat.
  5. Turn off taxiway adalah taxiway yang memotong runway dengan sudut 90°; jalur yang disediakan bagi pesawat untuk membelok ke luar landas pacu dengan kecepatan rendah setelah mendarat.
  6. Holding apron adalah apron kecil yang terletak diujung runway, tempat yang disediakan bagi pesawat untuk menunggu giliran lepas landas atau menunggu kebebasan runway. Selain itu juga berfungsi bagi pesawat untuk melakukan pemanasan mesin tingkat akhir sebelum lepas landas (terutama mesin piston).
  7. Terminal building adalah gedung yang dilengkapi fasilitas ruang untuk memberikan pelayanan kepada penumpang untuk check in, tunggu, pemeriksaan surat2 dan barang, fasilitas lain seperti café, dll.
  8. Parking area adalah lapangan parkir bagi kendaraan darat.

sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/bandara/komponen-pokok-runway

Sejarah Penerbangan

Sejarah Penerbangan

 Sejarah Penerbangan 1

Pada abad ke-15, Leonardo Da Vinci memimpikan untuk dapat terbang dengan membuat beberapa design sebuah alat yang dapat meluncur di udara. Tetapi dia sendiri tidak pernah melakukan uji coba terbang sendiri.

Pada tahun 1852, Henry Giffard menemukan wahana udara pertama  menggunakan mesin yang dilengkapi dengan kemudi. Wahana yang dia buat terbang sejauh 15 miles (24 km) di Perancis menggunakan mesin uap.

Pada tahun 1884, Penerbangan bebas pertama dengan wahana udara yang dapat dikendalikan secara penuh (fully controllable) dibuat oleh Angkatan bersenjata Perancis dengan tenaga listrik yang dinamai La France buatan Charles Renard and Arthur Krebs. Balon udara dengan panjang 170 ft,dan 66.000 ft3, terbang sejauh 8 km (5 miles) selama 23 menit dengan bantuan motor listrik berdaya 8,5 PK.

Pada 17 Desember 1903, Orville Wright, di Kitty Hawk North Caroline, melayang di udara dengan pesawat buatannya sendiri sejauh 120 kaki = 0,023 mil-penumpang

Pada 5 Oktober 1905, Wilbur Wright menerbangkan pesawat Flyer III dalam penerbangan sejauh 24 miles (39km) selama 39 menit. Rekor dunia ini bertahan sampai tahun 1908.

Pada 18 Maret 1906, Penerbangan pertama wahana udara dengan tenaga penuh dari propeller (baling-baling), pesawat bersayap tetap (fixed wing) menggunakan propeler traktor. Pesawat ini terbang sejauh 12 meter tanpa bantuan alat lain. Hal ini membuktikan bahwa mesin yang lebih berat dari udara dapat terbang tanpa bantuan alat lain.

Pada 23 Oktober 1906, Alberto Santos Dumont, Brazil. Penerbangan resmi pertama dengan pesawat bersayap tetap (fixed wing) berawak dengan pesawat bermesin “14 Bis” di Bagatelle field, Paris. Pesawat ini terbang sejauh 60 meter (197 ft) dengan ketinggian terbang 2-3 meter (6-10 ft) dari permukaan tanah.

ERA PENERBANGAN DI INDONESIA

19 Februari 1913

J.W.E.R Hilger terbang di Surabaya menggunakan pesawat Fokker, yang kemudian pesawatnya jatuh di Baluwerti, Surabaya

1 Oktober 1924

Penerbangan pionir komersial dimulai saat sebuah pesawat Fokker F-7 lepas landas dari Bandara Schiphol, Amsterdam dan mendarat 55 hari kemudian di Batavia (Jakarta).

Tahun 1928

Berdiri KNILM (Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij) di Belanda, perusahaan penerbangan sipil khusus untuk operasi penerbangan di Hindia-Belanda. KNILM hasil kerjasama Deli Maatschappij, Nederlandsch Handel Masatschappij, KLM, Pemerintah Hindia-Belanda dan perusahaan-perusahaan dagang yang punya kepentingan di Indonesia

25 September 1930

Diadakan penerbangan berjadwal tetap Amsterdam-Batavia dengan pesawat bermesin tiga F-7 registrasi PH-AGR milik KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij) yang mengangkut kantong surat.

1 Oktober 1931

KLM membuka program satu minggu sekali ke Batavia.

Tahun 1932

Pesawat KLM yang beroperasi diganti Fokker F-12, dilengkapi kursi untuk empat penumpang.

Desember 1933

pesawat yang mendarat di Batavia diganti F-18 dengan lama penerbangan sekitar 96,5 jam.

Tahun 1935

KLM meningkatkan frekuensinya dan mengganti pesawat dengan DC-2, dan berganti lagi kemudian dengan DC-3 Dakota pesawat jenis inilah yang nantinya menjadi legenda bagi bangsa Indonesia

Pesawat KNILM mendarat di Kemayoran, 1935/KLM

Juni 1948

Presiden Soekarno mengadakan penerbangan keliling Sumatera untuk membangkitkan semangat rakyat membangun kekuatan udara. Bung Karno menggunakan pesawat Douglas C-47 Skytrain kemudian diberi registrasi RI-002 dengan pilot Robert Earl Freeberg, penerbang AS yang juga pemiliknya. Dua hari setelah Bung Karno mengumandangkan himbauannya, rakyat Aceh mengumpulkan dana untuk membeli sebuah pesawat Dakota yang kemudian diserahkan kepada pemerintah dan diberi nama “Seulawah” yang berarti “Gunung Emas” dan diberi registrasi RI-001.

Seulawah” adalah tonggak sejarah dan dioperasikan untuk kepentingan perjuangan bangsa Indonesia. Suatu keberuntungan saat Belanda menguasai Maguwo, Seulawah sedang menjalani overhaul di Calcuta, India. Pesawat diterbangkan ke India itu oleh pilot Belanda Capt. J.H.Maupin dan Capt. James Tate, copilot Opsir Muda Udara III Soetardjo Sigit, serta radio operator Wollinsky dan Opsir Muda Udara III Soemarno.

RI-001 Seulawah simbol perjuangan bangsa/Dispen AU

26 Januari 1949

Penerbangan “Seulawah” dari Calcuta ke Rangoon dijadikan saat yang bersejarah dan ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Indonesian Airways.

RI-001 itu pun dioperasikan komersial di Rangoon, karena Birma butuh angkutan udara dengan inisiatif Wiweko, Soedarjono, Soetardjo Sigit dan Soemarno. Atas usul Wiweko dan disetujui KSAU Ashadi Tjahjadi, tahun 1972, dijadikan hari jadi Garuda Indonesian Airways dengan dasar hari itu merupakan penerbangan sipil/komersial pertama R.I.

30 Maret 1950

Garuda Indonesian Airways (GIA) didirikan (masih dioperasikan orang-orang Belanda).

24 Maret 1954

Pemerintah RI menasionalisasikan GIA, dan 12 Juli 1954 saham KLM seluruhnya dialihkan kepada Republik Indonesia

23 Agustus 1976

Berdirinya lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (Lipnur) di Bandung

Tahun 1986

Berdirinya PT IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) pengganti Lipnur, yang kemudian berubah menjadi PT Dirgantara Indonesia (PTDI)

PERTUMBUHAN TRANSPORTASI UDARA
Pertumbuhan angkutan udara Dalam Negeri
Pertumbuhan transportasi udara

ORGANISASI PENERBANGAN DAN FUNGSINYA

International Civil Aviation Organization (ICAO)

Badan khusus PBB yang berkantor pusat di Montreal Kanada. Konsep ICAO di bentuk dalam sebuah konferensi di Chicago tahun 1944, yang diprakarsai oleh Amerika Serikat untuk membahas hal-hal yang mengenai kepentingan timbal balik dalam bidang transportasi udara.

Dokumen paling penting yang dihasilkan ICAO adalah Aerodromes, Annex 14 dan Perjanjian Penerbangan Sipil Internasional.

Annex 14 Aerodromes berisi standar-standar rancangan internasional dan pelaksanaan-pelaksanaan yang dianjurkan untuk seluruh bandara di seluruh dunia.

Tujuan ICAO adalah mengembangkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik transportasi udara internasional agar dapat :

  1. Menjamin dan pertumbuhan yang wajar dari penerbangan sipil internasional
  2. Mendorong seni rancangan pesawat dan pengoperasiannya untuk tujuan perdamaian
  3. Mendorong pengembangan jalur udara, bandara dan fasilitas navigasi udara untuk penerbangan internasional
  4. Memenuhi kebutuhan manusia akan adanya transportasi udara yang ekonomis, efisien, teratur dan aman
  5. Mencegah pemborosan ekonomi yang disebabkan oleh persaingan yang tidak wajar
  6. Menghindarkan diskriminasi diantara negara-negara anggota
  7. Mempromosikan keselamatan penerbangan dalam navigasi udara internasional
  8. Mempromosikan secara umum pengembangan dari seluruh aspek aeronotika sipil internasional

Federal Aviation Administration (FAA)

FAA diketuai oleh kepala eksekutif yang dikenal sebagai Administrator, yang diangkat oleh Presiden. FAA mengembangkan, mengatur dan memupuk koordinasi sistem bandar udara yang memberikan pelayanan transportasi udara. Produk FAA yang terkenal adalah Federal Aviation Regulation (FAR)

Fungsi FAA :

  1. Mendorong pembentukan jalur-jalur udara sipil, daerah-daerah pendaratan dan fasilitas-fasilitas udara lainnya
  2. Menentukan jalur-jalur udara federal, mendapatkan, mendirikan, mengoperasikan dan melakukan penelitian dan pengembangan dan memelihara fasilitas-fasilitas navigasi udara di sepanjang jalur-jalur udara sipil
  3. Membuat ketentuan untuk pengaturan dan perlindungan lalulintas udara yang bergerak dalam perdagangan lewat udara
  4. Menjalankan atau mengawasi usaha pengembangan teknik di bidang aeronotika dan pengembangan fasilitas aeronotika
  5. Menetapkan dan menjalankan peraturan-peraturan udara sipil mengenai standar-standar keselamatan
  6. Mengadakan registrasi pesawat terbang
  7. Memberikan peringatan-peringatan sehubungan dengan adanya bahaya pada perdagangan lewat udara
  8. Mengeluarkan sertifikat pengoperasian bandara pada bandara-bandara yang memberikan pelayanan transportasi udara

Organisasi Penerbangan lainnya :

  1. NTSB (National Transportation Security Board)
  2. NTSC/KNKT (Komisi National Keselamatan Transportasi)

Organisasi Perdagangan dan Industri :

  1. IATA (International Aviation Transportation Association)
  2. INACA (Indonesia Air Carrier Association)

BANDAR UDARA

Bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas (take-off) dan mendarat (landing). Bandara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landas pacu (runway), namun bandara-bandara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan penerbangan maupun bagi penggunanya.

Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization): Bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat.

Pada masa awal penerbangan, bandara hanyalah sebuah tanah lapang berumput yang bisa didarati pesawat dari arah mana saja tergantung arah angin.

Di masa Perang Dunia I, bandara mulai dibangun permanen seiring meningkatnya penggunaan pesawat terbang dan landas pacu mulai terlihat seperti sekarang. Setelah perang, bandara mulai ditambahkan fasilitas komersial untuk melayani penumpang.

Sekarang, bandara bukan hanya tempat untuk naik dan turun pesawat. Dalam perkembangannya, berbagai fasilitas ditambahkan seperti toko-toko, restoran, pusat kebugaran, dan butik-butik merek ternama apalagi di bandara-bandara baru.

Fasilitas bandara

Fasilitas bandara yang terpenting adalah landasn pacu (Runway) yang mutlak diperlukan pesawat. Panjangnya landas pacu biasanya tergantung dari besarnya pesawat yang dilayani dan bisa dari rumput, beton semen (rigid pavement) ataupun aspal (flexible pavement). Pada bandara yang ramai, terdapat lebih dari satu landasan untuk antisipasi ramainya lalu lintas. Untuk keamanan dan pengaturan, terdapat Air Traffic Controller (ATC). Selain itu terdapat penghubung landas pacu (taxiway) untuk lalu lintas pesawat di darat.

Terminal atau concourse adalah pusat urusan penumpang yang datang atau pergi. Di dalamnya terdapat counter check-in, imigrasi untuk bandara internasional, dan ruang tunggu serta berbagai fasilitas untuk kenyamanan penumpang. Di bandara besar, penumpang masuk ke pesawat melalui belalai. Di bandara kecil, penumpang naik ke pesawat melalui tangga yang bisa dipindah-pindah.

Setiap bandara memiliki kode IATA dan ICAO yang berbeda satu sama lain. Kode bisa diambil dari berbagai hal seperti nama bandara, daerah tempat bandara terletak, atau nama kota yang dilayani. Kode yang diambil dari nama bandara mungkin akan berbeda dengan namanya yang sekarang karena sebelumnya bandara tersebut memiliki nama yang berbeda.

sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/bandara/sejarah-penerbangan

Analisa Kebutuhan Parkir

Analisa Kebutuhan Parkir
 115

Parkir adalah suatu keadaan dimana kendaraan tidak bergerak dalam jangka waktu tertentu (tidak bersifat sementara) → PP No.43 thn 1993.

Identifikasi Masalah Parkir

Berdasarkan jenis moda angkutan
1. Parkir Kendaraan Bermotor
  • Kendaraan roda 2
  • Kendaraan roda 4 (mobil penumpang)
  • Bus / Truk
2. Parkir Kendaraan Tidak Bermotor
  • Becak
Berdasarkan lokasi parkir
1. Parkir di badan jalan (On-street Parking)

2. Parkir di luar badan jalan (Off-street Parking)

Permasalahan Parkir

Aktifitas suatu pusat kegiatan akan menimbulkan aktifitas parkir kendaraan yang berpotensi menimbulkan masalah antara lain :
  1. Bangkitan tidak tertampung oleh fasilitas parkir di luar badan jalan yang tersedia, sehingga meluap ke badan jalan. Luapan parkir di badan jalan akan mengakibatkan gangguan kelancaran arus lalulintas.
  2. Tidak tersedianya fasilitas parkir di luar badan jalan sehingga bangkitan parkir secara otomatis memanfaatkan badan jalan untuk parkir.
  3. Pasar, penyediaan dan pengaturan parkir belum memadai sehingga pada jam puncak pagi hari umumnya menimbulkan masalah terhadap kelancaran arus lalulintas.
  4. Kompleks Pertokoan/Perdagangan, pada saat jam puncak menimbulkan permasalahan karena kapasitas jalan berkurang dengan adanya aktifitas parkir pengunjung.
  5. Kompleks Sekolah, parkir kendaraan penjemput anak sekolah sering menimbulkan masalah terhadap kelancaran arus lalulintas karena tidak tersedia fasilitas parkir dan pengaturan parkir di badan jalan yang belum baik.
  6. Kompleks Perkantoran, umumnya sudah menyediakan fasilitas parkir, namun ada kantor-kantor tertentu yang bangkitan parkirnya cukup besar, sehingga tidak tertampung oleh fasilitas yang ada.
  7. Tempat Ibadah, umumnya tidak tersedia fasilitas parkir untuk kendaraan roda 4 yang memadai sehingga pada hari-hari tertentu sering terjadi lonjakan bangkitan parkir yang besar sehingga tidak tertampung oleh fasilitas parkir yang ada (bersifat insidental).
  8. Pemukiman, umumnya tidak tersedia fasilitas parkir untuk tamu sehingga menimbulkan bangkitan parkir di badan jalan.

Penanganan Masalah Parkir

  1. Kajian terhadap besarnya permintaan parkir (Parking Demand)
  2. Kajian terhadap besarnya penyediaan fasilitas parkir (Parking Supply)
  3. Pengaturan ruas-ruas jalan yang boleh untuk parkir, yang mencakup lokasi dan pola parkirnya sehingga menghasilkan gangguan terhadap kelancaran arus lalulintas minimum.
  4. Mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas parkir yang telah ada.
  5. Penyediaan fasilitas parkir di luar badan jalan khususnya pada kawasan perdagangan, jasa dan perkantoran serta tempat hiburan / rekreasi.
  6. Penambahan item persyaratan dalam pengusulan IMB mengenai penyediaan fasilitas parkir minimum.

Tahap Jangka Pendek

Pembangunan pusat kegiatan baru, pada pengusulan IMB harus disertai persyaratan penyediaan fasilitas parkir yang memadai. Pola parkir yang ada pada fasilitas parkir di badan jalan tetap dipertahankan, khususnya pola paralel.

Tahap Jangka Menengah / Panjang

Penyediaan fasilitas parkir di luar badan jalan pada kawasan-kawasan pembangkit parkir.

Kebijakan Parkir

  • Menemukan suatu kompromi antara banyaknya ruang kereb yang diperuntukkan bagi kendaraan yang bergerak.
  • Membuat persediaan untuk parkir kendaraan pengantar barang, parkir singkat dan lama.
  • Mendesain pelataran parkir dan jalan masuk sedemikian rupa sehingga lalulintas jalan tidak diperburuk oleh kendaraan yang masuk dan keluar.
  • Memastikan bahwa kepentingan satuan-satuan bisnis di sepanjang jalan tersebut diperbaiki oleh susunan parkir yang bagus.
  • Memastikan bahwa kebijakan parkir dan kebijakan transit umum saling melengkapi, misalnya, fasilitas parkir mobil yang berdekatan dengan rute bus cepat akan memperbaiki tingkat-tumpangan bus.
  • Memelihara karakter lingkungan sekitar dengan membatasi parkir dan menegakkan pengendalian tata-guna lahan.
  • Mengendalikan penyediaan dan kebutuhan parkir melalui mekanisme pajak; mendorong parkir singkat dan mempersulit parkir lama dapat berfungsi untuk memperbaiki kawasan perdagangan utama (CBD)
Use of Facilities Classified by Type
Parking Classified by Trip Purpose
Parking Duration Classified by Trip Purpose

Metode Menentukan Kebutuhan Parkir

  • Metode berdasarkan kepemilikan kendaraan
  • Metode berdasarkan luas lantai bangunan
  • Metode berdasarkan selisih terbesar antara kedatangan dan keberangkatan kendaraan.
Metode Berdasarkan Kepemilikan Kendaraan

Metode ini mengasumsikan adanya hubungan antara luas lahan parkir dengan jumlah kendaraan yang tercatat di pusat kota. Semakin meningkat jumlah penduduk, maka kebutuhan lahan parkir akan semakin meningkat karena kepemilikan kendaraan meningkat.

Metode Berdasarkan Luas Lantai Bangunan

Metode ini mengasumsikan bahwa kebutuhan lahan parkir sangat terkait dengan jumlah kegiatan yang dinyatakan dalam besaran luas lantai bangunan dimana kegiatan tersebut dilakukan, misalnya: perbelanjaan, perkantoran, dan lain-lain.

Metode Berdasarkan Selisih Terbesar Antara Kedatangan Dan Keberangkatan Kendaraan

Kebutuhan lahan parkir didapatkan dengan menghitung akumulasi terbesar pada suatu selang waktu pengamatan. Akumulasi parkir adalah jumlah kendaraan parkir pada suatu tempat pada selang waktu tertentu, dimana jumlah kendaraan parkir tidak akan pernah sama pada suatu tempat dengan tempat lainnya dari waktu ke waktu.

Karakteristik Parkir

  • Durasi Parkir, untuk mengetahui lama suatu kendaraan.
  • Akumulasi Parkir, untuk mengetahui jumlah kendaraan yang SEDANG berada pada suatu lahan parkir pada selang waktu tertentu.
  • Tingkat Pergantian (Parking Turn Over), diperoleh dari jumlah kendaraan yang telah memanfaatkan lahan parkir pada selang waktu tertentu dibagi dengan ruang parkir yang tersedia.
  • Tingkat Penggunaan (Occupancy Rate), diperoleh dari akumulasi kendaraan pada selang waktu tertentu dibagi dengan ruang parkir yang tersedia dikalikan dengan 100%
  • Volume Parkir, jumlah kendaraan yang TELAH menggunakan ruang parkir pada suatu lahan parkir tertentu dalam satu satuan waktu tertentu (biasanya per hari).
  • Kapasitas Parkir, banyaknya kendaraan yang dapat dilayani oleh suatu lahan parkir selama waktu pelayanan.
  • Indeks Parkir, merupakan persentase dari akumulasi jumlah kendaraan pada selang waktu tertentu dibagi dengan ruang parkir yang tersedia dikalikan 100%.
sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/teknik-lalulintas/analisa-kebutuhan-parkir